Istilah mengenai tunagrahita sebelumnya banyak ragamnya, seperti, terbelakang mental, cacat grahita, lemah ingatan, namun akhirnya istilah yang resmi sesuai Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 1991, adalah tunagrahita.
Salah satu definisi mengenai tunagrahita yang menggambarkan keadaan anak sesungguhnya dikemukakan oleh American Association on Mental Deficiency (AAMD) yang dikutip Hallahan dan Kauffman (1991:46) adalah: “Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas berada di bawah rata-rata/normal disertai dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan terjadi dalam periode perkembangan.” (Alih bahasa, Somantri, 2006:104).
Batasan tersebut dengan jelas menekankan signifikan dalam penyimpangan, artinya apabila keterlambatan intelektual itu hanya sedikit saja di bawah normal maka anak tersebut tidak termasuk tunagrahita. “Keterhambatan itu harus jelas sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus” (Astati, 2001:10).
Dari batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memandang seseorang individu termasuk tunagrahita atau tidak minimal harus memiliki 3 komponen yaitu: kecerdasan di bawah rata-rata, kesulitan dalam perilaku adaptif dan terjadi dalam masa perkembangan.
Dengan demikian jelaslah bahwa individu dikatakan tunagrahita apabila memiliki indikator-indikator yang jelas dapat dipertanggungjawabkan, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
2. Klasifikasi
Klasifikasi anak tunagrahita senantiasa mengacu kepada kemampuan intelektual, kondisi intelektual dapat diketahui dengan jelas berdasarkan hasil tes para ahli yang berkompeten di bidangnya.
Berdasarkan klasifikasi AAMR (Wicks-Nelson,1997), maka Tunagrahita ini bisa di golongkan sebagai berikut:
a. Tunagrahita Ringan
Golongan Tunagrahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik pada masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, sampai ketika mereka menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dan mampu mengembangkan keterampilan sosial. Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari keterampilan-keterampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia remaja, pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan, memerlukan pendidikan khusus.
b. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita golongan moderate ini, masih bisa dilatih (mampu latih). Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sosial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya dengan supervisi dari orang dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila diajarkan secara khusus.
c. Tunagrahita Berat
Tungrahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tunagrahita yang mampu latih tapi tergantung pada orang lain. Rentang IQ-nya terletak antara 25 hingga 39 . Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus dibantu), seringkali tidak memiliki keterampilan berkomunikasi.
Klasifikasi lain berdasarkan derajat keterbelakangan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1
KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
(Sumber : Blake, 1976)
Level Keterbelakangan | IQ | |
Skala Binet | Skala Weschler | |
Ringan | 68 - 52 | 69 - 55 |
Sedang | 51 - 36 | 54 - 40 |
Berat | 35 - 20 | 39 - 25 |
Sangat Berat | > 19 | > 24 |
(Alih bahasa Somantri , 2005:108)
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita terdiri dari tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunagrahita berat dan sangat berat. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan agar sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing anak.
3. Karakteristik
Ketunagrahitaan merupakan suatu kondisi yang dalam perkembangan kecerdasannya memiliki banyak hambatan, sehingga mereka sulit dalam mencapai tahap-tahap perkembangan yang optimal, ada beberapa karakteristik yang dapat kita pelajari, adaptasi dari Astati (2001:5) sebagai berikut:
a. Kecerdasan
Kapasitas belajar anak terbelakang sangat terbatas. Terlebih lagi kapasitas mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) daripada dengan pengertian. Dari hari ke hari dibuatnya kesalahan-kesalahan yang sama. Perkembangan mentalnya mencapai puncak pada usia masih muda.
b. Sosial
Dalam pergaulan, mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin dirinya sendiri. Waktu masih muda harus senantiasa dibantu, setelah dewasa kepentingan ekonominya bergantung pada orang lain. Mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang tidak baik.
c. Fungsi-fungsi mental lain
Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian. Minatnya sedikit dan cepat beralih perhatian, pelupa, sukar membuat asosiasi-asosiasi, sukar membuat kreasi baru. Mereka cenderung menghindar dari berpikir.
d. Dorongan dan emosi
Anak yang sangat terbelakang hampir-hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan dirinya. Kehidupan dan penghayatannya terbatas.
e. Kepribadian
Anak tunagrahita jarang yang mempunyai kepribadian yang dinamis, menawan, berwibawa, dan berpandangan luas. Kepribadian mereka pada umumnya mudah goyah.
f. Organisme
Baik struktur tubuh maupun fungsi organismenya, anak tunagrahita pada umumnya kurang dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang sigap. Mereka juga kurang mampu melihat persamaan dan perbedaan.
Mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas berada di bawah rata-rata/normal, sehingga menyebabkan perkembangan kecerdasan dimiliki banyak hambatan, untuk itu diperlukan layanan khusus guna membantu mengoptimalkan kemampuan dan potensinya, hal ini terutama yang berkaitan dengan perawatan diri. Sehingga pada kehidupannya kelak dapat mandiri dan tidak selalu tergantung pada orang lain.
Posting Komentar
Posting Komentar